KARAKTERISTIK MANUSIA KOMUNIKAN
Dari Yunani disebuah tempat pemujaan
Apollo di Delphi, ketika ditanya orang-orang manusia yang paling bijak melalui
mulutnya menyebarlah moto yang terkenal: Gnothi Seauthon (kenalilah
dirimu). Moto ini mengusik para filsuf untuk mencoba memahami dirinya, sehingga
moto ini kabarnya turut mengembangkan filsafat di Yunani.
Moto ini ternyata banyak bercerita
tentang komunikasi. Pemeran utama dalam proses komunikasi adalah manusia.
Sedang psikologi memandang komunikasi justru pada perilaku manusia komunikan.
Linguistikalah yang membahas komponen-komponen yang membentuk struktur pesan.
Tekniklah yang menganalisa banyaknya noise yang terjadi. Psikologi masuk
membicarakan bagaimana manusia memproses pesan yang diterimanya, bagaimana cara
berfikir dan cara melihat manusia dipengaruhi oleh lambang-lambang yang
dimiliki. Fokusnya adalah manusia komunikan.
A.
Konsepsi psikologi tentang manusia
Banyak teori
dalam ilmu komunikasi dilatarbelakangi konsepsi psikologi tentang manusia :
1.
Teori persuasi menggunakan konsepsi psikoanalisis yang melukiskan manusia
sebagai makhluk yang digerakkan oleh keinginan yang terpendam (homo valuens).
2.
Teori jarum hipodermik yang menyatakan media massa sangat berpengaruh dilandasi
konsepsi behaviorisme yang memandang manusia sebagai makhluk yang digerakkan
semaunya oleh lingkungan (homo machanicus).
3.
Teori pengolahan informasi yang dibentuk oleh konsepsi psikologi kognitif yang
melihat manusia sebagai makhluk yang aktif mengorganisasikan dan mengolah
stimuli yang diterimanya (homo sapiens).
4.
Teori-teori komunikasi interpersonal banyak dipengaruhi konsepsi psikologi
humanistis yang menggambarkan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan
stategi transaksional dengan lingkungannya.
Secara singkat terdapat empat teori
psikologi:
a.
Psikoanalisis oleh freud
b. Kognitif
oleh lewin
c.
Behaviorisme oleh miller
d. Humanisme
oleh rogers
Konsepsi
manusia dalam psikoanalisis
Psikoanalisis secara tegas memperhatikan struktur jiwa manusia. Freud
memfokuskan perhatiannya kepada totalitas kepribadian manusia bukan pada
bagian-bagian yang terpisah. Menurutnya perilaku manusia merupakan hasil
interaksi tiga sub sistem dalam kepribadian manusia id, ego, dan superego.
Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia
– pusat instink. Ada dua instink dominan: 1. Libido – instink konstruktif; 2.
Thanatos – instink destruktif dan agresif. Yang pertama dalam konsep freud
bukan hanya meliputi dorongan seksual, tetapi juga segala hal yang mendatangkan
kenikmatan. Sedang yang kedua merupakan instink kematian. Semua motif manusia
adalah gabungan antara eros dan thanatos. Id bergerak berdasarkan prinsip
kesenangan, bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tahu dengan
kenyataan karean ia adalah tabiat hewani manusia.
Ego berfungsi menjembatani tuntutan id dengan realitas di dunia luar. Ego
adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan
realistik. Ego lah manusia dapat menundukan hasrat hewaninya dan hidup sebagai
wujud yang rasional.
Superego adalah polisi kepribadian, mewakili yang ideal, ia adalah hati nurani
yang merupakan internalisasi dari norma-norma sosial dan kulturasi
masyarakatnya. Ia memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tak berlainan ke
alam bawah sadar. Singkatnya pembahasan ini merupakan interaksi antara komponen
biologis (id), komponen psikologis (ego), dan komponen sosial (superego).
Konsepsi manusia dalam behaviorisme
Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme yang menganalisa
jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subyektif dan juga psikoanalisis yang
berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak nampak. Behaviorisme menganalisa
hanya perilaku yang nampak saja yang dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan.
Belakangan teori kaum behavioris lebih dikenal dengan nama teori belajar karena
menurut mereka seluruh perilaku manusia kecuali instink adalah hasil belajar.
Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan.
Behaviorisme tidak mau mempesoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional
atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana timbul konsep
“manusia mesin”
Konsepsi Manusia dalam Psikologi Kognitif
Ketika asumsi-asumsi Behaviorisme
diserang habis-habisan pada akhir tahun 60-an dan awal tahun 70-an, psikologi
sosial bergerak kearah paradigma baru. Manusia tidak lagi dipandang sebagai
makhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungan, tetapi sebagai makhluk yang
selalu berusaha memahami lingkungannya. Kaum rasionalisme mempertanyakan apakah
betul bahwa penginderaan kita, melalui pengalaman langsung, sanggup memberikan
kebenaran. Kemampuan alat indera kita mempertanyakan karena seringkali gagal
menyajikan informasi yang akurat.
Descartes, menyimpulkan bahwa
jiwalah yang menjadi alat utama pengetahuan, bukan alat indera. Jiwa
menafsirkan pengalaman inderawi secara aktif: mencipta, mengorganisasikan,
menafsirkan, mendistorsi dan mencari makna. Rasionalisme ini tampak jelas pada
aliran psikologi Gestalt di awal abad XX. Para psikolog Gestalt, seperti juga
kebanyakan psikoanalis, adalah orang-orang jerman: Meinong, Ehrenfels, Kohler,
Wetheirmer, dan Koffka. Menurut mereka, manusia tidak memberikan respons,
manusia menangkap dulu “pola” stimuli secara keseluruhan dalam satuan-satuan
yang bermakna.
Menurut Lewin, perilaku manusia
harus dilihat dalam konteksnya. Dari fisika, Lewin meminjam konsep medan (field)
untuk menunjukan totalitas gaya yang mempengaruhi seseorang pada saat tertentu.
Lewin menyebut seluruh gaya psikologis yang mempengaruhi manusia sebagai ruang
hayat ( life space). Lewin juga berjasa dalam menganalisa kelompok. Dari
Lewin lahir konsep dinamika kelompok. Dalam kelompok, individu menjadi bagian
yang saling berkaitan dengan anggota kelompok yang lain. Kelompok memiliki
sifat-sifat yang tidak dimiliki indivdu. Solomon Asch memperluas penelitian
kelompok dengan melihat pengaruh penilaian kelompok pada pembentukan kesan.
Lewin juga berbicara tentang Tension (tegangan) yang menunjukan suasana
kejiwaan yang terjadi ketika kebutuhan psikologis belum terpenuhi. Konsep
Tension melahirkan banyak teori yang digabung dengan istilah teori (konsistensi
kognitif) teori ini pada pokoknya menyatakan bahwa individu berusaha
mengoptimalkan makna dalam persepsi, perasaan, kognitif, dan pengalamannya. Bila
makna tidak optimal, timbul tension yang memotivasi orang untuk menguranginya.
Fritz Heider, Leon Festinger, Abelson adalah tokoh-tokoh ini.
Heider dan Festinger membawa
psikologi kognitif ke dalam psikologi sosial. Sejak pertengahan tahun 1950-an
berkembang penelitian mengenai perubahan sikap dengan kerangka teoritis manusia
sebagai pencari kosistensi kognitif. Disini, menusia dipandang sebagai mahkluk
yang selalu berusaha menjaga keajegan dalam system kepercayannya, dan diantara
system kepercayaan dengan perilaku. Contoh yang paling jelas adalah teori
disonansi kognitif dari Leon Festinger. Disonasi artinya ketidakcocokan antara
2 kognisi (“pengetahuan”). Dalam keadaaan disonan orang berusaha mengurangi
disonansi dengan berbagai cara. Awal tahun 1970-an, teori disonasi diktritik,
dan muncul konsepsi manusia sebagai pengelolah informasi. Dalam
konsepsi, manusia bergeser dari orang yang suka mencari justifikasi atau
membela diri menjadi orang yang secara sadar memecahkan persoalan. Perilaku
manusia dipandang sebagai produk strategi pengelolahan informasi yang rasional,
yang mengarahkan penyandian, penyimpanan, dan pemanggilan informasi.
Walaupun psikologi kognitif sering
dikritik karena konsep-konsepnya sukar diuji, psikologi kognitif telah memasuki
kembali “jiwa” manusia yang sudah dicabut oleh behaviorisme. Manusia kini hidup
dan memulai berpikir, tetapi manusia bukan sekedar makhluk yang berpikir, ia
juga berusaha menemukan identitas dirinya dan mencapai apa yang didambakanya.
Manusia dalam Konsepsi Psikologi Humanistik
Psokologi humanistik dianggap sebagai revolusi ketiga dalam psikologi. Revolusi
pertama dan kedua adalah psikoloanalisis dan behaviorisme. Pada behaviorisme
manusia adalah mesin yang dibentuk lingkungan, pada psikoanalisis manusia
malulu dipengaruhi oleh naluri primitifnya. Pdikologi humanistik mengambil
banyak dari psikoloanalisis Neo Freudian seperti Adler, Jung, Rang,
Slekel, Ferenczi; tetapi lebih banyak lagi mengambil dari fenomenologi dan
eksistensialisme. Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan”
yang dipersepsi dan interpretasi secara subyektif.
Menurut Alfred Schutz, tokoh
sosiologi fenomenologis, pengalaman subyektif ini dikomunikasikan oleh faktor
sosial dalam proses intersubyektifitas. Intersubyektifitas diungkapkan pada
eksistensialisme dalam tema dialog, pertemuan, hubungan diri dengan orang lain.
Eksistensialisme menekankan pentingnya kewajiban individu pada semua manusia.
Yang paling penting bukan apa yang didapat dari kehidupan, teteapi apa yang
dapat kita berikan untuk kehidupan. Jadi hidup kita baru bermakna hanya apabila
melibatkan nilai-nilai dan pilihan yang konstrukstif secara sosial.
B. Faktor-faktor
Personal yang Mempengaruhi Perilaku Manusia
Dewasa ini ada dua macam psikologi
sosial. Pertama adalah psikologi sosial yang menekankan pada
faktor-faktor psikologis. Kedua adalah psikologis yang menekankan pada
faktor-faktor sosial. Seperti pendapat para pengarang buku psikologi sosial,
yang pertama adalah William McDougall.seorang psikolog. Dia menekankan
pentingnya faktor-faktor personal dalam menentukan interaksi sosial dan
masayarakat. Kedua adalah Edward ross, seorang sosiolog. Dia menegaskan
utamanya faktor situsional dan sosial dalam membentuk perilaku individu.
Manakah di atara dua pendapat ini yang benar antara persona/person-centered
perspective dan situasi/situation-centered perspective. Karena itu
akan dibahasnya satu per satu, dimulai dengan pespektif yang berpusat pada
persona. Perspektif yang berpusat pada persona menjelaskan perilaku manusia.
Secara garis besar ada dua faktor: faktor biologis dan faktor sosiopsikologis.
a. Faktor
Biologis
Manusia adalah makhluk biologis yang
tidak berbeda dengan hewan yang lain. Ia lapar kalau tidak makan, memerlukan
lawan jenis untuk kegiatan reproduktifnya, melarikan diri kalau melihat musuh
yang menakutkan. Faktor biologis terlibat dalam semua kegiatan manusia, bahkan
berpadu dengan faktor-fakor sosiopsikologis. Bahwa warisan biologis manusia
menetukan perilakunya. Pengaruh biologis terhadap perilaku manusia tampak dalam
dua hal ini. Pertama, telah diakui secara meluas adanya perilaku tertentu yang
merupakan bawaan manusia, dan bukan pengaruh lingkungan atau situasi. Dahulu
orang menyebutnya “insting”, sekarang dikenal dengan istilah species-characteristic
behavior. Kedua, diakui pula adanya faktor-faktor biologis yang
mempengaruhi perilaku manusia.
- Faktor Sosiopsikologis
Karena manusia makgluk sosial dari
proses sosial ia memperoleh beberapa karakteristik yang mempengaruhi
perilakunya. Kita dapat mengklasifikasikannya dalam tiga komponen yaitu
komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif. Komponen kognitif
adalah aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia.
Komponen konatif adalah aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan
kemauan bertindak. Kita mulai dengan komponen afektif yang terdiri dari motif
sosiogenis,sikap dan emosi.
Motif Sosiogenis
Motif Sosiogenis, sering juga
disebut motif sekunder sebagai lawan motif primer atau motif biologis.
Peranannya dalam membentuk perilaku sosial sangat menentukan. Berbagai
klasifikasi motif sosiogenis:
W.I. Thomas dan Florian Znaniecki
1. Keinginan memperoleh pengalaman
baru.
2. Keinginan untuk mendapatkan
respons.
3. Keinginan untuk pengakuan.
4. Keinginan akan rasa aman.
David McClelland
1.
Kebutuhan berprestasi.
2.
Kebutuhan akan kasih sayang.
3.
Kebutuhan berkuasa.
Secara singkat motif-motif sosiogenis di atas
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Motif ingin tahu: mengerti, menata dan menduga.
2.
Motif kompetensi. Setiap orang ingin membuktikan bahwa ia mampu mengatasi
persoalan kehidupan apapun.
3.
Motif cinta. Sanggup mencintai dan dicintai adalah hal aling esensial bagi
kebutuhan pribadi.
4.
Motif harga diri dan kebutuhan untuk mencari identitas.
5.
Kebutuhan akan nilai, kedambaan akan makna kehidupan.
6.
Kebutuhan akan pemenuhan diri. Baik untuk mempertahankan kehidupan dan
meningkatkan kualitas kehidupan.
Sikap
Sikap adalah konsep yang paling
terpenting dalam psikologi sosial dan yang paling banyak didefinisikan. Dari
banyak definisi dapat disimpulkan bahwa:
Sikap adalah
kecenderungan bertindak, bersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek,
ide, situasi atau nilai.
Sikap
mempunyai daya pendorong atau motivasi.
Sikap
relative menetap. Berbagai studi menunjukan bahwa sikap cenderung dipertahankan
dan jarang mengalami perubahan.
Sikap
mengandung aspek evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak
menyenangkan.
Sikap timbul
dari dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir tetapi merupakan hasil belajar.
Emosi
Emosi menunjukan kegoncangan orgasme
yang ditandai dengan gejala-gejala kesadaran, keperilakuan, dan proses
fisiologis. Emosi tidak selalu jelek. Emosi memberikan bumbu dalam kehidupan,
tanpa emosi hidup ini kering dan gersang. Paling tidak ada empat fungsi emosi:
1.
Emosi adalah pembangkit energi. Tanpa emosi kita tidak sadar atau mati.
2. Emosi adalah
pembawa informasi. Keadaan diri kita dapat kita ketahui dari emosi kita
3. Emosi bukan
saja pembawa informasi dalam komunikasi interpersonal, tetapi juga pembawa
pesan dalam komunikasi interpersonal.
4. Emosi juga
merupakan sumber informasi tentang keberhasilan kita.
Emosi dalam hal intensitas dan
lamanya di bedakan menjadi emosi ringan, berat dan desintegratif. Dan dari segi
lamanya ada emosi yang berlangsung singkat dan ada yang berlangsung lama. Mood
adalah emosi yang menetap selama berjam-jam atau beberapa hari. Mood
mempengaruhi persepsi kita atau penafsiran kita pada stimuli yang
merangsang alat indera kita. Faktor-faktor Situasional yang Mempengaruhi
perilaku manusia. Edward G. Sampson merangkumkan seluruh factor situasional
sebagai berikut:
1.Aspek-aspek objektif dari lingkungan
Factor ekologis
Kaus determinisme lingkungan sering menyatakan bahwa
alam mempengaruhi gaya hidup dan perilaku. Seperti efek temperature pada
tindakan kekerasan ,perilaku interpersonal dan suasana emosinal.
Factor desain dan arsitektur
Sesuai dengan perkembangan zaman serta majunya
alt-alat teknologi juga turut mewarnainya pengaruh tentang perilaku seseorang.
Satu rancangan arsitektur dapat mempengaruhi pola komunikasi diantara
orang-orang yang hidup dalam naungan arsitektur tertentu.
Factor temporal
Telah banyak diteliti pengaruh wktu terhadap bioritma
manusia.misalnya, dari tengah malam sampai pukul 4 fungsi tubuh manusia berada
pada tahap yang paling rendah, tetapi pendengaran sangat tajam. Tanpa
mengetahui biorima sekalipun banyak keegiatan kita diatur berdasarkan wakyu;
makan,pergi sekolah, bekerja beristirahat, beribadat dan yang lainnya.jadi yang
mempengaruhi manusia bukan saja di mana mewreka berada tetapi juga bilamana
mereka berada.
Selama bertahun-tahun ,Roger barkerdan
rekan-rekannya meneliti efek lingkungan tehadap individu. Lingkungan di baginya
ke dalam sitruasi terpisah yang di sebut suasana perilaku. Pada setiap suasana
terdapat pola-pola yang mengatur orang-orang didalamnya. Di masjid orang tidak
akan berteriak keras,dan di tengah pesta orang tidak mungkin melakukan ibadah.
Teknologi
Majunya alat-alat teknologi menimbulkan efek yang
sangat besar terhadap perilaku manusi.revolusi teknologi juga sering di susul
dengan revolusi perilaku manusia.
Factor social
System peranan yang di tetapkan dalam suatu
masyarakat, struktur kelompok dan organisasi, karekteristik populasi, adalah
factor-faktor social yang menata perilaku manusia.contoh saja dalam suatu
organisasi hubungan antara para anggota dan ketua di atur oleh system peranan
dan nurma-nurma kelompok.
2. Lingkungan psikososial seperti dipersepsi oleh kita
a. iklim organisasi dan kelompok
b. ethos dan iklim institusional dan cultural
3. Stimuli yang mendorong dan memperteguh prilaku
a. orang lain
b. Situasi pendorong prilaku
Firqoh Fasiha Ohoirenan
Ilmu Komunikasi (B)
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta